Keberadaan baja ringan SNI menjadi titik terang bagi masyarakat, di tengah menjamurnya produk abal-abal di pasaran. Terlebih, saat ini dunia telah memasuki era perdagangan bebas, yang memungkinkan barang dan jasa masuk ke semua negara dengan mudah.
Sebab sebagaimana diketahui, baja ringan menjadi primadona di dunia konstruksi, terutama untuk aplikasi rangka atap dalam beberapa tahun ini. Berbagai merek pun mulai beredar dengan kualitas bervariasi, termasuk produk yang jauh di luar standar.
Dengan dalih harga murah, tak sedikit masyarakat yang baru beralih dari penggunaan kayu ke baja ringan tertarik menggunakannya. Padahal hal itu lebih meningkatkan risiko rangka atap tak awet atau bahkan mudah roboh. Alhasil, biaya renovasi semakin membengkak sekaligus membahayakan keselamatan penghuni bangunan.
SNI Bukan Sekadar Label
Standar Nasional Indonesia (SNI) bukan hanya sekadar label. Sebagaimana produk lain, standardisasi untuk baja ringan penting dalam perdagangan global.
Sebab standardisasi akan menjembatani konsumen dan pelaku usaha/produsen agar keduanya tidak dirugikan. Dimana produsen akan mendapat kepercayaan konsumen karena produknya berkualitas. Sedangkan konsumen dapat terlindung dari pembelian baja ringan abal-abal.
SNI juga akan melindungi produk lokal agar mampu bersaing dari serbuan baja ringan impor di era perdagangan bebas seperti saat ini.
Ketentuan Baja Ringan SNI untuk Rangka Atap
Ada dua Standar Nasional Indonesia yang telah berlaku. Pertama SNI 4096:2007, yaitu SNI baja lembaran dan gulungan lapis aluminium-seng/bahan baku. Kedua adalah SNI 8933:2017 yang merupakan SNI profil rangka baja ringan.
Untuk rangka atap, baja ringan berkualitas tidak hanya mengantongi SNI bahan baku. Tetapi juga SNI profil yang lapisannya (coating) minimum AZ 100 dan tebal setidaknya 0,65mm.
SNI Selalu Jadi Jaminan Bangunan Anti Ambruk?
Ambruknya konstruksi baja ringan, terutama pada bagiaan atap sudah terjadi untuk kesekian kali. Salah satunya di SDN Gentong, Pasuruan, Jawa Timur pada tahun 2019 lalu. Tidak heran jika peristiwa tersebut menimbulkan rasa khawatir bagi para pengguna baja ringan.
Berawal dari hal tersebut, muncul pertanyaan tentang apakah produk tidak ber-SNI merupakan faktor utama penyebab bangunan roboh?
Berdasarkan pertanyaan tersebut, sebenarnya bukan hanya SNI, tetapi banyak faktor yang meningkatkan risiko atap ambruk. Di antaranya adalah faktor manusia (aplikator baja ringan), penghitungan yang kurang tepat, dan lain sebagainya.
***
Pada dasarnya, menggunakan baja ringan ber-SNI akan membantu dalam meminimalisir risiko robohnya atap bangunan. Namun memang tidak dapat dipungkiri, baja ringan SNI akan tetap berbaur dengan produk abal-abal.
Untuk mengatasinya, perlu tindakan tegas dari pemerintah dan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menggunakan produk ber-SNI.
Selain itu, menggunakan produk yang terpercaya adalah solusi terbaik. Seperti baja ringan yang diproduksi oleh PT Kepuh Kencana Arum (KKA). Selain telah dipercaya untuk memenuhi kebutuhan konstruksi selama lebih dari 30 tahun, produk kaka menggunakan material BjLAS berkualitas ber-SNI, yaitu ZINIUM®.